Membaca dalam alquran senantiasa menggunakan
perkataan qoro a – yaqro dan kata perintah yang digunakan iqro atau yatlu-dan kata
perintahnya utlu. Tentunya masing-masing mempunyai maksud tujuan yang
berbeda walau secara harfiah artinya sama membaca. Perbedaan maksud dan tujuan
ini bergantung kepada teks yang mengawali dan mengakhiri kedua kata itu. Kadang
pada keadaan tertentu tidak bisa dibedakan antara membaca (yaqro) dan membaca
(yatlu) seperti dalam yaqroul quran, yatlul kitab dan lain sebagainya.
Dari sinilah lahir apa yang diistilahkan sebagai qiroat dan tilawah al quran al
karim.
Qiroat dan tilawah secara bahasa artinya pembacaan.
Adanya awalan pe dan akhiran an yang mendudukan kedua kata ini sebagai kata
benda dan atau kata keadaan, menggambarkan pula sebagai suatu proses.
Mengisyaratkan bahwa dalam pembacaan tentu ada proses yang tengah berlangsung.
Mengisyaratkan pula adanya subjek yang membaca dan objek yang dibaca. Maka kegiatan-kegiatan tafakkur, tadabbur dan
tandhurun adalah bagian dari qiroah dan
tilawah, selanjutnya kegiatan-kegiatan ini dibaca proses qiroah dan
proses tilawah.
Qiroat
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al’alaq: 1-5).
Melihat
perjalanan sunnah, membaca dalam
ayat ini termasuk kepada pengertian kedua yaitu hal memahami, sebab pada waktu
itu quran secara tertulis belum ada dan baru diwahyukan. Membaca dalam
pengertian kedua sebagaimana sebelumnya telah disinggung adalah menganalisa
sehingga timbul pemahaman. Dan analisa ini tentu memerlukan pijakan sebagai
tolok ukur. Dalam ayat pertama disebutkan bacalah dengan nama tuhanmu, jelas
bahwa menganalisa mempunyai persyaratan sebagai pijakan yakni menggunakan tolok
ukur ismi robb.
Perangkat apa saja yang menjadi tolok ukur proses
qiroat itu? Tentu akan sangat banyak lagi disiplin ilmu yang harus dikuasai
untuk melakukan qiro’at. Teruatama
hal-hal yang berkenaan langsung seperti metodologi penelitian, riset dan observasi misalnya. Namun, tentu saja tidak
keluar dan di luar skenario ismi rob sebagai pijakan atau tolok ukur
nomor wahid.
Maka ada dikenal tafsir yang secara garis besar bisa
dikategorikan sebagai berikut: tafsir ayatil huda bil ayatil huda dan tafsir
ayatil huda bisunnatirrosul.[1]
Tilawah
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Qs. Al Ankabut: 45).
Membaca dalam
sighot “utlu”, artinya sama
membaca. Namun yang menjadi perbedaan adalah konteks membaca disini
lebih kepada kewajiban membaca kitab (ketetapan) yang sudah baku, sebagai
pedoman yang bentuknya boleh jadi sebuah hukum ketetapan. Dalam konteks ayat
ini wujudnya tiada lain adalah al-quran al-karim. Sebagai tindak lanjut dari
tilawah biasanya sebuah perintah. Sebagai contoh, dalam ayat di atas perintah utlu
diikuti dengan kewajiban mendirikan shalat – aqimisshalat.
Menilik
ayat lain seperti terkandung dalam:
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul
dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al
Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. 3: 164)
Bahwa tilawah adalah salah satu fungsi kerasulan.
Sebagai pembinaan mental keilahiyahan (akidah dan akhlak terhadap Alloh SWT)
melalui pengetahuan, pemahan dan pengamalan hukum-hukum / hudud-hudud Alloh sehingga akan
mencapai kebersihan jiwa (tazkiyatun
nafs).
Inilah tilawah dalam konsepsi al-quran, sebagai
kelanjutan dari pembacaan awal qiroah. Karena tidak akan ada tilawah tanpa
adanya qiroah, dalam arti untuk bertilawah hendaklah diperhatikan bahwa
bertilawah adalah mengilmui dan memahami hukum-hukum Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Namun dalam pandangan umum tilawatil quran, biasanya
identik dengan suatu perlombaan (musabaqoh) – musabaqoh tilawatil quran. Diartikan hanya sebagai pembacaan ayat-ayat
alquran saja lengkap dengan seni membacanya.
Bisa dikatakan bahwa berqiroat melingkupi
keseluruhan proses membaca termasuk membaca tilwah. Sebab berqiroah adalah juga
bertilawah, mengingat objek yang dibaca adalah alquran baik tertulis maupun
tidak tertulis. Hanya saja bertilawah tidak bisa dikatakan sebagai berqiroah
ketika objek yang dibaca adalah alquran yang tidak tertulis. Jadi qiroat lebih
luas cakupannya.
[1] Tafsir
ayatil huda bi ayati huda adalah tafsir ayat quran dengan ayat quran,
pekerjaannya disebut bertadabbur. Sedangkan tafsir ayatil huda bisunnatirrosul
diantaranya adalah mentafsirkan ayat-ayat quran dengan hadits shohih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar