free web site traffic and promotion

Minggu, 08 Juli 2012

Qiroat & Tilawat : Dapatkan kekhidmatan Ramadlan dengan Tadarus (Pendekatan Terhadap Konsepsi Membaca Menurut Al-Quran) Bagian 3


Membaca dalam alquran senantiasa menggunakan perkataan qoro a – yaqro dan kata perintah yang digunakan  iqro atau yatlu-dan kata perintahnya utlu. Tentunya masing-masing mempunyai maksud tujuan yang berbeda walau secara harfiah artinya sama membaca. Perbedaan maksud dan tujuan ini bergantung kepada teks yang mengawali dan mengakhiri kedua kata itu. Kadang pada keadaan tertentu tidak bisa dibedakan antara membaca (yaqro) dan membaca (yatlu) seperti dalam yaqroul quran, yatlul kitab dan lain sebagainya. Dari sinilah lahir apa yang diistilahkan sebagai qiroat dan tilawah al quran al karim.
Qiroat dan tilawah secara bahasa artinya pembacaan. Adanya awalan pe dan akhiran an yang mendudukan kedua kata ini sebagai kata benda dan atau kata keadaan, menggambarkan pula sebagai suatu proses. Mengisyaratkan bahwa dalam pembacaan tentu ada proses yang tengah berlangsung. Mengisyaratkan pula adanya subjek yang membaca dan objek yang dibaca.  Maka kegiatan-kegiatan tafakkur, tadabbur dan tandhurun adalah bagian dari qiroah dan  tilawah, selanjutnya kegiatan-kegiatan ini dibaca proses qiroah dan proses tilawah.

Qiroat

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al’alaq: 1-5).

Melihat  perjalanan sunnah,  membaca dalam ayat ini termasuk kepada pengertian kedua yaitu hal memahami, sebab pada waktu itu quran secara tertulis belum ada dan baru diwahyukan. Membaca dalam pengertian kedua sebagaimana sebelumnya telah disinggung adalah menganalisa sehingga timbul pemahaman. Dan analisa ini tentu memerlukan pijakan sebagai tolok ukur. Dalam ayat pertama disebutkan bacalah dengan nama tuhanmu, jelas bahwa menganalisa mempunyai persyaratan sebagai pijakan yakni menggunakan tolok ukur ismi robb.
Perangkat apa saja yang menjadi tolok ukur proses qiroat itu? Tentu akan sangat banyak lagi disiplin ilmu yang harus dikuasai untuk melakukan  qiro’at. Teruatama hal-hal yang berkenaan langsung seperti metodologi penelitian, riset dan  observasi misalnya. Namun, tentu saja tidak keluar dan di luar skenario ismi rob sebagai pijakan atau tolok ukur nomor wahid.
Maka ada dikenal tafsir yang secara garis besar bisa dikategorikan sebagai berikut: tafsir ayatil huda bil ayatil huda dan tafsir ayatil huda bisunnatirrosul.[1]
           


Tilawah


Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Qs. Al Ankabut: 45).

Membaca dalam  sighot “utlu”, artinya sama  membaca. Namun yang menjadi perbedaan adalah konteks membaca disini lebih kepada kewajiban membaca kitab (ketetapan) yang sudah baku, sebagai pedoman yang bentuknya boleh jadi sebuah hukum ketetapan. Dalam konteks ayat ini wujudnya tiada lain adalah al-quran al-karim. Sebagai tindak lanjut dari tilawah biasanya sebuah perintah. Sebagai contoh, dalam ayat di atas perintah utlu diikuti dengan kewajiban mendirikan shalat – aqimisshalat.

Menilik ayat lain seperti terkandung dalam:

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. 3: 164)

Bahwa tilawah adalah salah satu fungsi kerasulan. Sebagai pembinaan mental keilahiyahan (akidah dan akhlak terhadap Alloh SWT) melalui pengetahuan, pemahan dan pengamalan hukum-hukum  / hudud-hudud Alloh sehingga akan mencapai  kebersihan jiwa (tazkiyatun nafs).
Inilah tilawah dalam konsepsi al-quran, sebagai kelanjutan dari pembacaan awal qiroah. Karena tidak akan ada tilawah tanpa adanya qiroah, dalam arti untuk bertilawah hendaklah diperhatikan bahwa bertilawah adalah mengilmui dan memahami hukum-hukum Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Namun dalam pandangan umum tilawatil quran, biasanya identik dengan suatu perlombaan (musabaqoh) – musabaqoh tilawatil quran.  Diartikan hanya sebagai pembacaan ayat-ayat alquran saja lengkap dengan seni membacanya.
Bisa dikatakan bahwa berqiroat melingkupi keseluruhan proses membaca termasuk membaca tilwah. Sebab berqiroah adalah juga bertilawah, mengingat objek yang dibaca adalah alquran baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja bertilawah tidak bisa dikatakan sebagai berqiroah ketika objek yang dibaca adalah alquran yang tidak tertulis. Jadi qiroat lebih luas cakupannya.




[1] Tafsir ayatil huda bi ayati huda adalah tafsir ayat quran dengan ayat quran, pekerjaannya disebut bertadabbur. Sedangkan tafsir ayatil huda bisunnatirrosul diantaranya adalah mentafsirkan ayat-ayat quran dengan hadits shohih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar