free web site traffic and promotion

Minggu, 08 Juli 2012

Dapatkan kekhidmatan Ramadlan dengan Tadarus (Pendekatan Terhadap Konsepsi Membaca Menurut Al-Quran) Bagian 1

Sungguh banyak  makna yang kita dapati ketika dengan sadar mengkaji, mentafakuri atas semua ciptaan Al-Kholiq, Alloh Robbul ‘alamin. Bumi tempat kita berpijak misalnya, bagaimana ia dihamparkan? Gunung-gunung sebagai  pasak bumi bagaimana ia ditegakkan? Langit yang maha luas dengan matahari, bintang gemintang dan  bulan sebagai penghiasnya serta semua makhluk pengisinya bagaimanakah  ia ditinggikan tanpa tiang? Semua makhluk di darat, di laut, di angkasa raya bahkan segala keunikan pada diri kita sendiri bagaimanakah diciptakan? Inilah kemahakuasaan Alloh aza wajalla,  mahakarya yang tak satu pun makhluk di jagat raya ini mampu menandinginya.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?(Qs.41: 53)

Pikirkanlah! Benarkah kita telah melihat lebih dalam sehingga timbul keyakinan atas tanda-tanda kebesaran Alloh? Bila belum merasakan keyakinan itu tumbuh berkembang dalam sanu bari, maka cobalah fikirkan sekali lagi.  Sungguh,  akan sangat-sangat mengagumkan! Dan kekaguman itu akan senantiasa datang bertubi-tubi, pada akhirnya kembali bermuara, kembali menyatu dalam keagungan dan kemahakuasaan Alloh Al Malikul Haqul Mubiin.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Qs. Al Mulk: 3-4)
Walau menggunakan teknologi super canggih sekali pun, tidak akan kita temukan kecacatan dan kesia-siaan pada ciptaaan Alloh,  sebaliknya kembali kita akan berdecak kagum. Bahwa inilah kebenaran – al haq yang datang dari Yang Maha Haq.  Tiadalah Alloh menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau yaa Alloh. Robbanaa maa kholaqta haada bathilaan sebhaanaka faqinaa adzaa bannaar.
Ketidaksia-siaan ciptaan Alloh ini dapat kita buktikan apabila kita dengan sungguh-sunguh dan dengan kesadaran sejati mau memperhatikannya. Coba saja kita ambil satu sampel benda atau apapun, kemudian kita bertanya apa kegunaan benda itu? Serta merta jawaban pun akan bertubi-tubi hadir dalam benak kita, pasti. Atau kita ambil suatu fenomena yang telah terjadi. Kemudian kita amati dengan teliti dan bertanyalah tentang fenomena itu. Adakah peristiwa itu berlalu tanpa makna ? Yang pasti ada hikmahnya. Bencana sekalipun ketika kita mencermatinya dengan seksama,  bagaimana dan mengapa itu terjadi? Maka pasti ada maksud tujuan dari bencana tersebut.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (Qs. Arrum: 8)

Maka perhatikanlah, fikirkanlah semua ciptaan Alloh. Langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Bacalah! Karena kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari hal-hal tersebut diatas kalau tidak dengan membacanya. Kita tidak bisa memetik hukmah (ilmu pengetahuan) tanpa dengan kesadaran,  memeperhatikan dan meneliti secara seksama, bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi. Maka sebagaimana tuntunan sunnah,
tafakkaruu fii kholqilah walaa tatafakkaru fii dzatillah …(fikirkanlah olehmu tentang apa yang telah diciptakan Alloh dan janganlah kamu sekali-kali memikirkan Dzat Alloh).

Kegiatan berfikir semata hanya dilakukan manusia sebagai makhluq yang paling sempurna baik dalam anatomi (susunan, struktur tubuh)  maupun perilaku sosialnya. Kesempurnaan manusia ini akan menjadi paripurna ketika ia benar-benar telah menggunakan seperangkat akalnya untuk bertafakur, bertadabur, bertadakkur, bertandhurun. Alquran menyebutnya dengan istilah ulil albab (Qs. 3: 191). Seperangkat akal yang dimaksud adalah telinga dengan pendengarannya, mata dengan penglihatannya dan hati (dengan kefahaman dan kecerdasannya).
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Qs. An Nahl: 78)

Seperangkat akal inilah sebagai potensi hidup manusia, artinya modal dasar manusia untuk sebuah misi ilahiyah (hidup dalam tuntunan Nya, ibadah).  Juga dengan modal dasar ini pula manusia menjadi sangat-sangat berbeda dan dibedakan dengan makhluk Alloh lainnya.
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(Qs. Al Isro: 70)

Dari paparan diatas, penulis mencoba mengupas kegiatan-kegiatan tafakkur, tadabbur, tadakkur dan tandhurun sebagai rangkaian kegiatan membaca. Sebab kegiatan membaca dan yang menyertainya adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada siapa saja manusia yang condong ke arah perubahan yang lebih baik sebagai tujuan pendidikan selama hayat. Yakni perubahan yang diawali dengan bagaimana kita mengetahui (how to know). Kemudian meningkat menjadi bagaimana kita berbuat (how to do) dan apa dan bagaimana kita akan menuju (how to be).
Membaca adalah kunci pembuka tabir ketidakpastian, pembuka pengetahuan yang masih tersembunyi. Menguak kegamangan dan keragu-raguan pada setiap tindakan tak berdasar. Dengan membaca, maka  nampaklah sesungguhnya kemurnian dari sesuatu. Tidak akan keliru mana kaca, mana intan. Inilah puncak pengetahuan (ma’rifat), sesuatu yang mendasar dari dinul Islam[1].
Membaca adalah kewajiban (sesuatu yang diperintahkan) bagi seluruh muslim dan muslimah dikolong langit ini.  Sebagaimana Alloh SWT dalam wahyu pertama memerintahkan… Iqro!
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al’alaq: 1-5).


[1] Awaludin ma’rifatulloh  - hal yang pertama dalam  Islam adalah mengenal (marifatulloh). Selanjutnya, ma’rifat dalam Islam menjadi 3 pokok utama ya’ni ma’rifatulloh, marifaturrosul dan ma’rifatul islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar