Sungguh
banyak makna yang kita dapati ketika
dengan sadar mengkaji, mentafakuri atas semua ciptaan Al-Kholiq, Alloh Robbul
‘alamin. Bumi tempat kita berpijak misalnya, bagaimana ia dihamparkan?
Gunung-gunung sebagai pasak bumi
bagaimana ia ditegakkan? Langit yang maha luas dengan matahari, bintang
gemintang dan bulan sebagai penghiasnya
serta semua makhluk pengisinya bagaimanakah
ia ditinggikan tanpa tiang? Semua makhluk di darat, di laut, di angkasa
raya bahkan segala keunikan pada diri kita sendiri bagaimanakah diciptakan?
Inilah kemahakuasaan Alloh aza wajalla,
mahakarya yang tak satu pun makhluk di jagat raya ini mampu
menandinginya.
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?(Qs.41: 53)
Pikirkanlah! Benarkah kita telah
melihat lebih dalam sehingga timbul keyakinan atas tanda-tanda kebesaran Alloh?
Bila belum merasakan keyakinan itu tumbuh berkembang dalam sanu bari, maka
cobalah fikirkan sekali lagi.
Sungguh, akan sangat-sangat
mengagumkan! Dan kekaguman itu akan senantiasa datang bertubi-tubi, pada
akhirnya kembali bermuara, kembali menyatu dalam keagungan dan kemahakuasaan
Alloh Al Malikul Haqul Mubiin.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis,
kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu
yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu
yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun
dalam keadaan payah. (Qs. Al Mulk: 3-4)
Walau menggunakan teknologi super
canggih sekali pun, tidak akan kita temukan kecacatan dan kesia-siaan pada
ciptaaan Alloh, sebaliknya kembali kita
akan berdecak kagum. Bahwa inilah kebenaran – al haq yang datang dari Yang Maha
Haq. Tiadalah Alloh menciptakan semua
ini sia-sia, Maha Suci Engkau yaa Alloh. Robbanaa maa kholaqta haada
bathilaan sebhaanaka faqinaa adzaa bannaar.
Ketidaksia-siaan
ciptaan Alloh ini dapat kita buktikan apabila kita dengan sungguh-sunguh dan
dengan kesadaran sejati mau memperhatikannya. Coba saja kita ambil satu sampel
benda atau apapun, kemudian kita bertanya apa kegunaan benda itu? Serta merta
jawaban pun akan bertubi-tubi hadir dalam benak kita, pasti. Atau kita ambil
suatu fenomena yang telah terjadi. Kemudian kita amati dengan teliti dan
bertanyalah tentang fenomena itu. Adakah peristiwa itu berlalu tanpa makna ?
Yang pasti ada hikmahnya. Bencana sekalipun ketika kita mencermatinya dengan
seksama, bagaimana dan mengapa itu
terjadi? Maka pasti ada maksud tujuan dari bencana tersebut.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang
(kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang
ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar
akan pertemuan dengan Tuhannya. (Qs. Arrum: 8)
Maka perhatikanlah, fikirkanlah
semua ciptaan Alloh. Langit, bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Bacalah!
Karena kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari hal-hal tersebut diatas
kalau tidak dengan membacanya. Kita tidak bisa memetik hukmah (ilmu
pengetahuan) tanpa dengan kesadaran,
memeperhatikan dan meneliti secara seksama, bagaimana dan mengapa
sesuatu itu terjadi. Maka sebagaimana tuntunan sunnah,
tafakkaruu fii kholqilah walaa tatafakkaru fii
dzatillah …(fikirkanlah olehmu tentang apa yang telah diciptakan Alloh dan
janganlah kamu sekali-kali memikirkan Dzat Alloh).
Kegiatan berfikir semata hanya
dilakukan manusia sebagai makhluq yang paling sempurna baik dalam anatomi
(susunan, struktur tubuh) maupun
perilaku sosialnya. Kesempurnaan manusia ini akan menjadi paripurna ketika ia
benar-benar telah menggunakan seperangkat akalnya untuk bertafakur, bertadabur,
bertadakkur, bertandhurun. Alquran menyebutnya dengan istilah ulil albab
(Qs. 3: 191). Seperangkat akal yang dimaksud adalah telinga dengan
pendengarannya, mata dengan penglihatannya dan hati (dengan kefahaman dan
kecerdasannya).
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Qs. An Nahl: 78)
Seperangkat akal inilah sebagai
potensi hidup manusia, artinya modal dasar manusia untuk sebuah misi ilahiyah
(hidup dalam tuntunan Nya, ibadah). Juga
dengan modal dasar ini pula manusia menjadi sangat-sangat berbeda dan dibedakan
dengan makhluk Alloh lainnya.
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(Qs. Al Isro: 70)
Dari
paparan diatas, penulis mencoba mengupas kegiatan-kegiatan tafakkur, tadabbur,
tadakkur dan tandhurun sebagai rangkaian kegiatan membaca. Sebab kegiatan
membaca dan yang menyertainya adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada
siapa saja manusia yang condong ke arah perubahan yang lebih baik sebagai
tujuan pendidikan selama hayat. Yakni perubahan yang diawali dengan bagaimana
kita mengetahui (how to know). Kemudian meningkat menjadi bagaimana kita
berbuat (how to do) dan apa dan bagaimana kita akan menuju (how to be).
Membaca
adalah kunci pembuka tabir ketidakpastian, pembuka pengetahuan yang masih
tersembunyi. Menguak kegamangan dan keragu-raguan pada setiap tindakan tak
berdasar. Dengan membaca, maka nampaklah
sesungguhnya kemurnian dari sesuatu. Tidak akan keliru mana kaca, mana intan.
Inilah puncak pengetahuan (ma’rifat), sesuatu yang mendasar dari dinul Islam[1].
Membaca adalah kewajiban (sesuatu
yang diperintahkan) bagi seluruh muslim dan muslimah dikolong langit ini. Sebagaimana Alloh SWT dalam wahyu pertama
memerintahkan… Iqro!
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al’alaq: 1-5).
[1] Awaludin
ma’rifatulloh - hal yang pertama
dalam Islam adalah mengenal
(marifatulloh). Selanjutnya, ma’rifat dalam Islam menjadi 3 pokok utama ya’ni
ma’rifatulloh, marifaturrosul dan ma’rifatul islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar