Membaca, Pengertian
Setidaknya ada tiga pengertian dari kegiatan
membaca. Pertama, membaca diartikan
melihat serta memahami isi dari pada apa yang tertulis (dengan menuliskan atau
hanya dalam hati). Kedua, membaca
diartikan sebagai hal menduga, memperhitungkan dan memahami serta menterjemahkan sesuatu. Ketiga, membaca
adalah membina
pemahaman berdasarkan pengetahuan yang telah ada dalam pemikiran pembaca. Definisi ini amat berkait dengan ungkapan yang mengatakan
kita belum membaca jika belum memahami.
Membaca dalam arti pertama biasa kita jumpai setiap
hari, di rumah, sekolah, perpustakan dan ditempat-tempat dimana orang nyaman
untuk melaksanakannya. Membaca dalam arti pertama ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh bergbagai kalangan, mulai
dari anak-anak sampai manula bisa
melakukannya. Menghafal
, membaca dalam hati, memahami isi suatu tulisan termasuk dalam hal membaca
ini.
Membaca dalam arti kedua, mengandung pengertian
bahwa objek yang dibaca tidak hanya berbentuk catatan, tulisan atau sebuah buku
bacaan melainkan lebih luas lagi cakupannya. Bisa berupa tulisan, buku bacaan,
benda, fenomena alam, fenomena sosial kemasyarakan dan atau apa saja yang
dilihat dan dirasakan walau baru berupa gejala-gejala yang timbul. Membaca
dalam hal ini lebih membutuhkan kepekaan
lahir maupun batin, artinya tidak hanya mengandalkan nalar saja melainkan rasa dan perasaan (inderawi)
cukup berperan.
Membaca dalam arti yang ke tiga adalah keseluruhan
definisi membaca sebagaimana tercantum dalam ayat alquran “ … dari yang tidak tahu menjadi tahu,” (Qs. 96: 5)
Kepekaan, berfikir, dan merasakan adalah potensi yang sangat besar
untuk membaca situasi dan kondisi dimana kita melihat, merasakan sesuatu
sebagai objek bacaan. Semua orang punya rasa dan perasaan, mempunyai fikiran
juga kepekaan, keliru ketika membaca tingkah laku orang-orang sebagai suatu
gejala sosial yang terjadi tanpa menggunakan sisi fikir dan perasaan sebagai
tolok ukurnya. Ketika kita membaca orang sebagai objek bacaan, maka itu
berarti kita sedang membaca diri kita
yang juga seorang manusia yang mempunyai fikir, rasa dan perasaan.
E
s e n s i membaca
Membaca dalam arti pertama maupun kedua memiliki
intisari yang sama. Keduanya merupakan proses memperhatikan, berfikir,
menganalisa dan menyimpulkan dari obyek yang dibaca. Keduanya sama-sama merupakan proses ilmu
pengetahuan, yang menghantarkan dari tidak tahu menjadi tahu (ma’rifat -
dalam arti mengetahui
dengan pasti bersandar pada dalil-dalilnya (argumen) disertai bukti konkrit,
fakta aktual). Esensinya, proses pengenalan (ma’rifat) terhadap diri sendiri
sebagai awal ma’rifat kepada Pencipta.
Membaca
merupakan bagian dari proses
perubahan rasa, fikir dan tingkahlaku
manusia kearah yang lebih baik dari
rasa, fikir dan tingkahlaku masa alam kegelapan
(unknowen)[1]
kepada rasa, fikir dan tingkahlaku masa
alam cahaya kebenaran (knowen)[2].
Membaca substansinya adalah tercapainya suatu kefahaman yang akan melahirkan
sikap dan perilaku yang lebih baik.
Hal ini telah dicontohkan 14 abad silam oleh manusia pilihan, Nabi dan Rosul Muhammad
saw. Dengan berbekal lima ayat sebagai pedoman Beliau berhasil
membawa masyarakat Makah khususnya dan jazirah Arab umumnya kepada suatu
pencerahan. Yakni dari tatanan kehidupan masyarakat jahiliyah menuju tatanan masyarakat Islam dalam tempo
yang relatif cepat. Perubahan tersebut
diawali dengan MEMBACA, melalui tahapan perenungan, berfikir (memahami) dan
mengambil pelajaran kemudian Alloh menganugrahkan pimpinan Nya dengan wahyu
pertama, Iqro. Maka eksyen yang diambil Rosululloh terpola dengan dasar kelima
ayat tersebut yang menjadi landasan operasional da’wahnya yakni ismi rob
(aturan-aturan Alloh SWT).
Esensinya,
membaca merupakan awal proses dari suatu perubahan. Indikasi fikriyah,
ahwaliyah (tingkah laku) dan amaliyah (behaviorial, paduan antara fikir
dan tingkah laku) secara bertahap mengalami perubahan. Sehingga jelas terpisah
mana yang haq (jalan kebenaran) dengan tidak ragu-ragu dari yang bathil (jalan
kesesatan) juga tidak dalam keraguan. Wal hasil dari proses membaca hendaknya
melahirkan kejelasan, ada pemisah (furqon) dari haq dan bathil.
Makana lain dari membaca (esensi), adalah lahir
perilaku hijrah. Sebagai konsekuensi dari pemehaman yang sesungguhnya yaitu
furqon[3].
Demikian orang-orang yang berhijrah, mereka adalah orang-orang yang
meninggalkan sesuatu yang dianggap salah, dosa dan sebagainya, menuju
kebenaran, pahala dari Alloh dan sebagainya. Ummar ra. mengatakan bahwa yang
disebut hijrah adalah, “ meninggalkan segala sesuatu menuju kepada Alloh
semata.”
Proses
Segala sesuatu yang tumbuh di dunia ini mengalami
proses. Bahkan untuk merasakan kenyang, perut kita ini tentu melalui suatu
proses. Proses adalah kehidupan dan kehidupan adalah proses. Proses adalah gerak dan perubahan, gerak dan
perubahan adalah juga suatu proses. Tak ada sesuatu yang baru tanpa sebuah
proses. Tak ada proses berarti pula tak ada kehidupan. Bukankah alam jagat raya
ini pun hasil sebuah proses, dengan kuasanya Alloh SWT, berkata “kun fayakun”, maka jadilah.
Suatu proses senantiasa ada awal dan akhirnya. Ada anatara awal dan akhir. Sebagaimana kita
menjalani hidup ini berawal ketika kita
dalam kandungan ibu, lahir kedunia tumbuh dewasa dan diakhiri dengan sebuah
kematian. Kalaupun dalam hidup ada yang tidak sampai ke fase dewasa misalnya
menandakan proses telah berakhir baginya, namun tetap ia melalui proses
sebelumnya. Inilah proses yang merupakan runtunan perubahan / kejadian, yang
urutannya tidak bisa dilampaui satu atau dua fase melainkan mengalir beruntun.
Bagaimana dengan proses membaca. Apakah merupakan
runtunan dari beberapa kegiatan yang tidak boleh dilalui salah satu fasenya?
Secara teknis sebenarnya tidak mengharuskan
demikian, namun melihat dampak dan tujuan yang hendak dicapai dari salah satu
kegiatan, berfikir (tafakkur) misalnya,
ini menghendaki kegiatan berikutnya yaitu memahami (tadabbur). Sebab berfikir
dalam arti menganalisa, tentu memerlukan pijakkan sebagai dasar atau metodelogi
(teori-teori sistematisnya) yang sudah pasti merujuk suatu nilai tertentu dalam
hal ini al quran, pada bahasan pendahuluan disebut ismi robb.
Maka proses membaca dijabarkan dalam rangkaian
kegiatan atau rangkaian tindakan berhubungan erat dengan pengerahan daya fikir
dan dzikir serta inderawi untuk memahami
sesuatu objek bacaan. Memahami penciptaan alam ini, diri, lingkungan, fenomena
alam, fenomena sosial dan lain sebagainya. Rangkaian kegiatan tersebut adalah
tafakkur, tadabbur, tadzakkur dan tandhurun.
1. Tafakkur artinya memikirkan tentang
kejadian alam ini dengan berbagai fenomena didalamnya untuk mengambil
pelajaran/hikmah dari penciptaan dan fenomena tersebut. Dalam alquran pekerjaan
tafakkur ini sering dinisbatkan kepada kata fi kholqis samaawaati wal ardl, atau fil afaki wafii anfusikum atau dalam
rangkaian kata yang mengandung kata ayat (tanda-taanda, isyarat) seperti
wakadzalika nufasilul aayati liqoumiy yatafakkaruun bertafakur pada
penciptaan langit dan bumi, setiap ufuk dan pada diri/jiwa manusia.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka. (Qs. Ali Imron: 190)
2. Adapun tadabbur
berarti membaca, mengilmui dan memahami ayat-ayat Alloh yang tertulis (Alkitab,
Al Quran), menggunakan metode tafsirul ayat bil ayat ( menafsirkan ayat
dengan ayat) atau ayat bil hadits (menafsirkan ayat quran dengan hadits
shohih) untuk dijadikan pedoman dalam menjalani hidup dan perikehidupan.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an?
Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Qs. An Nissa: 82).
3. Dan tadzakkur
adalah suatu pekerjaan sebagai tindak lanjut dari tafakur dan tadabbur sebagai
refleksi ilmu dan kefahaman yang mendalam sehingga melahirkan kegiatan selalu
ingat (dzikir) kepada Sang Pencipta Alloh Aza Wajalla. Seperti dalam kalimat
maka ingatlah kalian kepada Ku maka Aku akan
mengingatmu, dan bersyukurlah kepada Ku dan janganlah kalian termasuk
orang-orang yang kufur. (Qs. Al baqoroh: 152)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring .. (Qs. Ali Imron: 191)
Mengandung arti aktivitas zikir kepada Alloh SWT
dapat dilakukan dalam setiap situasi dan kondisi, ringan atau berat, dalam kesendirian maupun
berjema’ah, terang-terangan atau sembunyi sembunyi. Dengan tujuan hanya
membesarkan Dzat Alloh dengan segala sifat dan af’aliah Nya.
4. Sedangkan
tandhurun (melihat, memperhatikan dengan seksama) mengandung arti
memeperhatikan sejarah masa lalu untuk kemajuan hari esok. Karena sejarah bukan
sesuatu yang dibiarkan mati (lets go be by gone). Tetapi sejarah adalah peristiwa yang
tetap hidup (still living). Ada
makna up grade atas prestasi
“keilahiyan” seseorang atau jama’i agar dilaksanakan proses muhasabah
(penghitungan diri), sejauhmana proses pengenalan terhadap diri sendiri
sebagai penjabaran kita tidak melupakan kurnia Alloh yang tidak ternilai
ya’ni: hidup dalam komitmen kepada Nya (ketaqwaan). Sebagaimana (Qs. Al Hasyr:
18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs.
Al Hasyr: 18)
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada
waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (Qs. Al Isro: 14)
[1] Quran
menyebutnya dengan istilah dlolal (sesat, bingung), dhulumat ( kegelapan).
[2]
Kebalikan dari kesesatan, kebingungan dan kegelapan. Menyebutnya dengan istilah
nur (cahaya), hidayah (petunjuk).
[3] Artinya
pembeda dalam hal kemampuan membedakan antara kebenaran dan kebatilan
berdasarkan kacamata, pandangan Alloh SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar